BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Appendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum ( Usus Buntu)
dan lumen appendiks ini bermuara ke dalam caecum dinding appendiks mengandung
banyak folikel getah bening biasanya appendiks terletak pada iliaca kanan di
belakang caecum ( Henderson ; 1992).
Appendiks dapat mengalami keradangan pembentukan
mukokel, tempat parasit, tumor benigna atau maligna dapat mengalami trauma,
pembentukan pistula interna atau eksterna, kelainan kongenital korpus ileum dan
kelaina yang lain. Khusus untuk
appendiks terdapat cara prevensi yang hanya mengurangi morbilitas dan
mortalitas sebelum menjadi perforasi atau gangren (FKUA ; 1989 )
Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan
dengan cara operasi (pembedahan ). Pada
operasi appendiks dikeluarkan dengan cara appendiktomy yang merupakan suatu
tindakan pembedahan membuang appendiks (
Puruhito ; 1993).
Adapun permasalahan yang mungkin timbul setelah
dilakukan tindakan pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas,
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya
infeksi (Ingnatavicus; 1991).
Dengan demikian peranan perawat dalam mengatasi dan
menanggulangi hal tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan terutama perawatan
yang mencakup empat aspek diantaranya : promotif yaitu memberikan penyuluhan
tentang menjaga kesehatan dirinya dan menjaga kebersihan diri serta
lingkungannya.
Upaya kuratif yaitu memberikan perawatan luka operasi
secara aseptik untuk mencegah terjadinya infeksi dan mengadakan kaloborasi
dengan profesi lain secara mandiri.
Upaya rehabilitatif yaitu memberikan pengetahuan atau penyuluhan kepada
penderita dan keluarganya mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan yang
bernilai gizi tinggi kalori dan tinggi protein guna mempercepat proses
penyembuhan penyakitnya serta perawatan dirumah setelah penderita pulang.
1.2 Batasan dan Perumusan
Masalah
Pada penyusunan karya tulis ini penulis hanya melakukan
asuhan keperawatan pada suatu klien dengan kasus apendiks akut khususnya post
operasi appendiktomy di ruang bedah G RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Dari permasalahan yang ada penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada klien appendiks akut
khususnya post operasi appendiktomy.
1.3 Tujuan
1.3.1.
Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman
nyata dalam menerapkan Asuhan keperawatan klien post appendiktomy secara
komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan.
1.3.2.
Tujuan Khusus
a.
Dapat melakukan pengkajian
secara langsung pada klien post appendiktomy.
b.
Dapat merumuskan masalah dan
membuat diagnosa keperawatan pada klien post appendiktomy.
c.
Dapat membuat perencanaan pada
klien post appendiktomy.
d.
Mampu melaksanakan tindakan
keperawatan pada klien post appendiktomy.
e.
Mampu mengevaluasi tindakan
yang telah dilakukan pada klien post appendiktomy.
1.4 Manfaat
1.
Asuhan keperawatan akan
memberikan wawasan yang luas mengenai masalah keperawatan pada klien post
appendiktomy.
2.
Asuhan keperawatan akan memberi
wawasan kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar tentang
masalah klien post appendiktomy
1.5 Sistematika
Untuk memberi gambaran
pada pembaca mengenai keseluruhan isi maka penulis menyusun proposal ini dengan
sistematika penulisan sebagai berikut yaitu :
Bab I :
Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan,
dan sistematika penulisan.
Bab II :
Tinjauan pustaka, terdiri dari definisi, anatomi, patofisiologi, dampak masalah
dan asuhan keperawatan.
Bab III :
Tinjauan kasus merupakan uraian yang menampilkan asuhan keperawatan terhadap
penderita secara nyata yang sistematikanya disusun sesuai bab II
Bab IV :
Mengupas kesenjangan antara teori dan fakta yang ada untuk mencari jawaban atas
tujuan penulisan
Bab V :
Penutup mengutarakan kesimpulan dari uraian, pembahasan, jawaban terhadap
tujuan penulisan dan beberapa penyampaian saran, ada dua sub bab kesimpulan dan
saran yaitu kesimpulan dan saran dari bagian akhir penulisan ini dicantumkan
daftar pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dalam pengertian ini ada
beberapa pendapat anara lain :
Appendiks akut adalah peradangan dari appendiks vermiformis yang merupakan
penyebab umum dari akut abdomen (Junaidi, dkk, 1982). Appendisitis adalah
peradangan dari suatu appendiks.
Appendisitis akut adalah keadaan yang disebabkan oleh peradangan
yang mendadak pada suatu appendiks ( Baratajaya, 1990).
2.2. Anatomi Fisiologi
Embriologi appendiks berhubungan dengan
caecum, tumbuh dari ujung inferiornya.
Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol
pada apek caecum sepanjang 4,5 cm. Pada orang dewasa panjang appendiks rata-rata
9 – 10 cm, terletak posteromedial caecum kira-kira 3 cm inferior valvula
ileosekalis. Posisi appendiks bisa
retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang
tidak sama. Persarafan para simpatis
berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior
dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus
torakalis x, karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar
umbilikus. Perdarahan pada appendiks
berasal dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis
pada infeksi maka appendiks akan mengalami gangren.
Gambar
1. Anatomi Appendiks
Sumber : R. Samsu, 1997
Appendiks menghasilkan
lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin dan
musin. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks
berperan pada patofisiologi appendiks.
Imunoglobulin
sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin
itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
( R.Syamsu ; 1997)
2.3. Patofisiologi
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit
dalam lumen appendiks. Adanya benda
asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium
viseral. Oleh karena itu persarafan
appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan
sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri
menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum
terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal
setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul
alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu
pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang
atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai
appendisitis abses. Pada anak – anak
karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang ,
dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang,
demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka
perforasi terjadi lebih cepat. Bila
appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul
dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).
2.4. Dampak Masalah
2.4.1.
Individu dalam hal ini terjadi
gangguan dari berbagai pola fungsi kesehatan antara lain
b.
Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan pemasukan makanan atau
minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
c.
Pola aktifitas dan latihan
Aktifitas klien biasanya terjadi pembatasan aktifitas akibat rasa
nyeri pada luka operasi sehinnga keperluan klien harus dibantu.
d.
Pola tidur dan istirahat.
Klien akan mengalami gangguan kenyamanan dan pola tidur karena rasa
sakit (nyeri) akibat tindakan pembedahan.
e.
Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung
kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola
eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh
anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
f.
Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami
kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak
stabil.
g.
Pola Reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama
beberapa waktu.
h.
Pola terhadap keluarga
Perawatan dan pengobatan memerlukan biaya yang banyak harus ditanggung
oleh keluarganya juga perasaan cemas keluarga terhadap keadaan klien.
2.5 Asuhan Keperawatan
Dengan
memberikan asuhan keperawatan perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan
dengan melalui beberapa tahap yaitu :
2.5.1
Pengkajian
a.
Pengumpulan data
1.
Anamnesa
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur
pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang
disebabkan insisi abdomen.
c. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti
hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit,
obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi
apa yang pernah diderita.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan
dan bagaimana genogramnya .
e. Pola Fungsi Kesehatan
1.
Pola persepsi dan tatalaksana
hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olah raga (lama frekwensinya),
bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
2.
Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
3.
Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa
waktu lamanya setelah pembedahan.
4.
Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
5.
Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang
tua, waktu dan tempat.
6.
Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
7.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien
mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
2.5.2
Pemeriksaan
a.
Pemeriksaan Fisik
1.
Status Kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis,
ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan.
2.
Integumen
Ada tidaknya
oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan
bawah .
3.
Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada
konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.
4.
Torax dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya
normal (16 – 20 kali permenit). Apakah
ada ronchi, whezing, stridor.
5.
Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik
pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa
kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah
produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika
dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta
terfiksasi dengan baik.
6.
Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang
hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
b.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium.
a.
Darah. Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
b.
Urine. Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan
eritrosit .
2.
Pemeriksaan Radiologi.
BOF, Tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
c.
Analisa data.
Dari urarai diatas pengkajian kemudian data tersebut dikelompokkan
menjadi data subyektif dan data obyektif lalu dianalisa sehingga dapat ditarik
kesimpulan masalah yang timbul dan untuk selanjutnya dapat dirumuskan diagnosa
keperawatan (lismidar, 1990).
d.
Diagnosa Keperawatan.
Tahap akhir dari pengkajian adalah diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan
analisa data yang diperoleh dari pengkajian data. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
penderita post appendiktomy :
1.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
sehubungan dengan insisi pembedahan ( Ingnatavicius; 1991).
2.
Potensial terjadi infeksi
dengan invasi kuman pada luka operasi (
Doenges; 1989 ).
3.
Kecemasan sehubungan dengan
kurangnya informasi dari team kesehatan akan penyembuhan penyakit ( Ingnatavicius; 1991 ).
2.5.3
Perencanaan
Dari diagnosa keperawatan diatas
maka dapat disusun rencana perawatan sesuai dengan prioritas masalah kesehatan,
yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi
pembedahan.
Tujuan :
Nyeri berkurang dalam waktu kurang dari 24 jam.
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi,
klien dapat istirahat dengan cukup.
Skala nyeri sedang
Rencana Tindakan :
a.
Beri penjelasan pada klien
tentang sebab dan akibat nyeri.
b.
Ajarkan teknik relaksasi dan
destraksi.
c.
Bantu klien menentukan posisi
yang nyaman bagi klien.
d.
Rawat luka secara teratur daan
aseptik.
Rasional :
a.
Penjelasan yang benar membuat
klien mengerti sehingga dapat diajak bekerja sama.
b.
Dapat mengurangi ketegangan
atau mengalihkan perhatian klien agar dapat mengurangi rasa nyeri.
c.
Penderita sendiri yamg
merasakan posisi yang lebih menyenangkan sehingga mengurangi rasa nyeri.
d.
Perawatan luka yang teratur dan
aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi.
e.
Analgesik dapat mengurangi rasa
nyeri.
2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan invasi
kuman pada luka operasi.
Tujuan :
Infeksi pada luka operasi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda – tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan
kering.
Rencana tindakan :
a.
Beri penjelasan pada klien
tentang pentingnya perawatan luka dan
tanda - tanda atau gejala infeksi.
b.
Rawat luka secara teratur dan
aseptik.
c.
Jaga luka agar tetap bersih dan
kering.
d.
Jaga kebersihan klien dan
lingkungannya.
e.
Observasi tanda – tanda vital.
f.
Kolaborasi dengan dokter untuk
antibiotik yang sesuai.
Rasional :
a.
Penderita akan mengerti
pentingnya perawatan luka dan segera melapor bila ada tanda – tanda infeksi.
b.
Perawatan luka yang teratur dan
aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi.
c.
Media yang lembab dan basah
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
d.
Mengetahui sedini mungkin tanda
– tanda infeksi pada luka operasi.
e.
Mengetahui sedini mungkin tanda
– tanda infeksi secepatnya mengatasi .
3. Kecemasan
sehubungan dengan kurangnya informasi dari Antibiotik menghambat proses infeksi
dalam tubuh.
Tujuan :
Rasa cemas berkurang.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif, klien
dapat tidur dengan tenang dan berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
Rencana Tindakan :
a.
Jelaskan keadaan proses
penyebab dan penyakitnya
b.
Jelaskan pengaruh psikologis
terhadap fisiknya (Penyembuhan penyakit).
c.
Jelaskan tindakan perawatan
yang akan diberikan.
Rasional :
a.
Dengan penjelasan diharapkan
klien dapat mengerti sehingga klien menerima dan beradaptasi dengan baik.
b.
Pengertian dan pemahamannya
yang benar membantu klien berfikir secara konstruktif.
c.
Dengan penjelasan benar akan
menambah keyakinan atau kepercayaan diri klien. (FK UI; 1990)
2.5.4
Pelaksanaan
Merupakan realisasi dan rencana tindakan keperawatan
yang telah diberikan pada klien.
2.5.5
Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah : Untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan
tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang. Untuk menilai apakah tujuan tercapai
sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari prilaku
penderita.
Dalam hal ini juga sebagai langkah koreksi terhadap rencana keperawatan
semula. Untuk mencapai rencana
keperawatan berikutnya yang lebih relevan.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Baratajaya, Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1990
Dona P. Ignatavicus, Medical surgical Nursing A Nursing Aproach
, edisi I; 1991.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Digestive Surgency,
Surabaya.
Lismidar, Proses keperawatan FKUI; 1990.
Marlyn E. Doenges, Nursing
care Plans, F. A. Davis Company, Philadelphia; 1989.
M.A. Henderson, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Penerbit Yayasan
essentia media, 1989.
Purnama Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amels,Kapita selecta
kedokteran edisi II Media Aeskulis, FKUI ; 1982.
Puruhito Dr, Soetanto Wibowo
Dr, Soetomo Basuki Dr, Pedoman Tehnik Operasi “OPTEK” UNAIR Press; 1993.
Soeparman Sarwono, Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Balai
Penerbit FKUI; 1990.
Win Dejong, R, Syamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC;
1997.
No comments:
Post a Comment